Look at Me, I'm Free.....!!!

Subscribe Us

... ...

Senin, 30 Mei 2016

Antropologi Cinta



Antropologi Cinta, Istilah yang mengada-ada dan memang saya ada-adakan. Antropologi sendiri merupakan ilmu tentang manusia dan kebudayaannya, sementara cinta adalah uraian perasaaan tentang kasih, sayang. Cinta mau tidak mau, suka tidak suka merupakan hal yang menarik dan indah untuk dimaknai. Setiap manusia punya cinta walaupun kadarnya berbeda-beda. Orang-orang seperti Hitler skalipun memiliki cinta.
Cinta tidak saja dimaknai dengan lawan jenis, namun kepada sesama jenis, sesame manusia dan cinta terhadap bangsa, Negara dll.
Cinta yang sekarang menjadi pusat perhatian adalah cinta terhadap sesama manusia khususnya terhadap lawan jenis. Adalah sebuah naluriah yang manusiawi bila seseorang memiliki cinta dan menjatuhkan cinta pada seseorang lain. Cinta menciptaan kedamaian, cinta membawa ketenangan, cinta membawa kegembiraan.
Namun apa yang terjadi dewasa ini, terkadang karena cinta seseorang bertengkar, saling membunuh, dll dan akhirnya cinta berubah menjadi suatu kebencian. Proses ini mau tidak mau dipengaruhi oleh proses budaya dengan berbgai perubahannya. Perubahan budaya ketimuran yang mulai dipengaruhi budaya barat, paham kesetaraan gender, dll juga mempengaruhi pemaknaan cinta. Masuknya budaya kapitalis dan konsumeris terkadang mempengaruhi cinta. Dahulu cinta dilakukan dengan ketulusan saling memberi, rela susah asal saling cinta, namun sekarang cinta juga membutuhkan uang. Uang akan mempengaruhi kadar cinta seseorang, sehingga ketika uang habis maka boleh jadi cinta juga menipis, karena proses untuk mengkonsumsi berkurang, inilah realita cinta dalam budaya konsumeris.
Perilaku cinta dalam budaya liberalis pun membawa dampak yang cukup banyak dalam realita cinta anak muda. Budaya liberal yang bebas membawa seseorang memaknai cinta secara bebas dengan seenaknya sendiri tanpa peduli norma dan moralitas, free sex menjadi hal yang wajar bahkan sebagian ada yang menganggap dibutuhkan. Budaya inilah yang ternyata mempengaruhi pola perilaku cinta masyarakat Indonesia yang sebenarnya memiliki budaya ketimuran yang kental.
Pengaruh budaya seperti itu sudah mengakar dalam perilaku cinta masyarakat kita (saya bicara yang masih pacaran /belum nikah). Pacaran / cinta dimaknai dengan selalu bersama, bermesraan, dan berbagai hal lain, dan bila tidak seperti itu maka bukan pacaran/saling mencintai. Inilah konstruksi pacaran/cinta sekarang. Sehingga tak jarang pacaran mudah bertengkar, curiga, cemburu, bila tidk bersama dan bila kurang perhatian.
Maknailah cinta dengan ketulusan, kerelaan, dan keikhlasan. Karena sesungguhnya cinta adalah sesuatu yang indah. Berusahalah untuk menjadi orang yang mencintai, karena mencintai merupakan sebuah fluktuasi perasaan dan revolusi hati yang luar biasa yang memunculkan ketulusan, kelembutan, kerelaan, serta keindahan. Sampai-sampai kita tidak peduli apakah orang yang kita cintai mencintai kita. Yang kita pikirkan, kita akan melakukan yang terbaik untuknya dan kebahagiaanya.
Sungguh indah cinta seperti itu, bila setiap orang memaknai cinta demikian maka niscaya pertengkaran dalam cinta akan terminimalisir.
Untuk mendapatkan cinta yang murni, tulus, mulailah dari diri kita sendiri untuk mencintai dengan murni, tulus, yang merupakan bagian dari anugerah Tuhan. Karena terkadang cinta kita terkotori oleh nafsu: nafsu harta, nafsu rupa, nafsu ego. Cobalah mencintai dengan tulus, benar-benar apa adanya.
Inginkah anda menjalani cinta layaknya Habibie mencintai Ibu Ainun, dan Ibu Aninun mencintai Habibie. Indah, penuh ketulusan, dan itu mungkin the real cinta yang berasal dari hati yang bersih. Indah bukan??? Indah sekali… jelas indah donk…
Namun perlu diingat cinta paling tinggi tingkatannya adalah ketika sudah memaknai cinta sebagai bagian dari ibadah kepada Tuhan, kalau kita sudah bisa cinta pada Tuhan dengan sempurna maka cinta akan berada dalam level tertinggi.



 



Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/malikonline/antropologi-cinta_550071ee8133119a17fa782b


Tidak ada komentar:

Posting Komentar