Antropologi Cinta, Istilah yang
mengada-ada dan memang saya ada-adakan. Antropologi sendiri merupakan ilmu
tentang manusia dan kebudayaannya, sementara cinta adalah uraian perasaaan
tentang kasih, sayang. Cinta mau tidak mau, suka tidak suka merupakan hal yang
menarik dan indah untuk dimaknai. Setiap manusia punya cinta walaupun kadarnya
berbeda-beda. Orang-orang seperti Hitler skalipun memiliki cinta.
Cinta tidak saja dimaknai dengan lawan
jenis, namun kepada sesama jenis, sesame manusia dan cinta terhadap bangsa,
Negara dll.
Cinta yang sekarang menjadi pusat
perhatian adalah cinta terhadap sesama manusia khususnya terhadap lawan jenis.
Adalah sebuah naluriah yang manusiawi bila seseorang memiliki cinta dan
menjatuhkan cinta pada seseorang lain. Cinta menciptaan kedamaian, cinta
membawa ketenangan, cinta membawa kegembiraan.
Namun apa yang terjadi dewasa ini,
terkadang karena cinta seseorang bertengkar, saling membunuh, dll dan akhirnya
cinta berubah menjadi suatu kebencian. Proses ini mau tidak mau dipengaruhi
oleh proses budaya dengan berbgai perubahannya. Perubahan budaya ketimuran yang
mulai dipengaruhi budaya barat, paham kesetaraan gender, dll juga mempengaruhi
pemaknaan cinta. Masuknya budaya kapitalis dan konsumeris terkadang mempengaruhi
cinta. Dahulu cinta dilakukan dengan ketulusan saling memberi, rela susah asal
saling cinta, namun sekarang cinta juga membutuhkan uang. Uang akan
mempengaruhi kadar cinta seseorang, sehingga ketika uang habis maka boleh jadi
cinta juga menipis, karena proses untuk mengkonsumsi berkurang, inilah realita
cinta dalam budaya konsumeris.
Perilaku cinta dalam budaya
liberalis pun membawa dampak yang cukup banyak dalam realita cinta anak muda.
Budaya liberal yang bebas membawa seseorang memaknai cinta secara bebas dengan
seenaknya sendiri tanpa peduli norma dan moralitas, free sex menjadi hal yang
wajar bahkan sebagian ada yang menganggap dibutuhkan. Budaya inilah yang
ternyata mempengaruhi pola perilaku cinta masyarakat Indonesia yang sebenarnya
memiliki budaya ketimuran yang kental.
Pengaruh budaya seperti itu sudah
mengakar dalam perilaku cinta masyarakat kita (saya bicara yang masih pacaran
/belum nikah). Pacaran / cinta dimaknai dengan selalu bersama, bermesraan, dan
berbagai hal lain, dan bila tidak seperti itu maka bukan pacaran/saling
mencintai. Inilah konstruksi pacaran/cinta sekarang. Sehingga tak jarang
pacaran mudah bertengkar, curiga, cemburu, bila tidk bersama dan bila kurang
perhatian.
Maknailah cinta dengan ketulusan,
kerelaan, dan keikhlasan. Karena sesungguhnya cinta adalah sesuatu yang indah.
Berusahalah untuk menjadi orang yang mencintai, karena mencintai merupakan
sebuah fluktuasi perasaan dan revolusi hati yang luar biasa yang memunculkan
ketulusan, kelembutan, kerelaan, serta keindahan. Sampai-sampai kita tidak
peduli apakah orang yang kita cintai mencintai kita. Yang kita pikirkan, kita
akan melakukan yang terbaik untuknya dan kebahagiaanya.
Sungguh indah cinta seperti itu,
bila setiap orang memaknai cinta demikian maka niscaya pertengkaran dalam cinta
akan terminimalisir.
Untuk mendapatkan cinta yang murni,
tulus, mulailah dari diri kita sendiri untuk mencintai dengan murni, tulus,
yang merupakan bagian dari anugerah Tuhan. Karena terkadang cinta kita
terkotori oleh nafsu: nafsu harta, nafsu rupa, nafsu ego. Cobalah mencintai
dengan tulus, benar-benar apa adanya.
Inginkah anda menjalani cinta
layaknya Habibie mencintai Ibu Ainun, dan Ibu Aninun mencintai Habibie. Indah, penuh ketulusan, dan itu mungkin the real
cinta yang berasal dari hati yang bersih. Indah bukan??? Indah sekali… jelas
indah donk…
Namun perlu diingat cinta paling
tinggi tingkatannya adalah ketika sudah memaknai cinta sebagai bagian dari
ibadah kepada Tuhan, kalau kita sudah bisa cinta pada Tuhan dengan sempurna
maka cinta akan berada dalam level tertinggi.
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/malikonline/antropologi-cinta_550071ee8133119a17fa782b
Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/malikonline/antropologi-cinta_550071ee8133119a17fa782b
Tidak ada komentar:
Posting Komentar